Uninesia, Jakarta - Dari sekian ratus juta
bangsa Indonesia, berapa banyak yang terusik dengan kalimat "Nenek
moyangku seorang pelaut..." pada sebuah lagu yang (mungkin lebih banyak) dinyanyikan oleh
anak-anak sekolah. Saya mungkin dari sedikit orang yang terusik dengan kalimat
itu. Tentu muncul pertanyaan, kenapa terusik....?
Bagi saya, kalimat itu cuma
membanggakan masa lalu. Artinya yang jadi pelaut itu cuma nenek moyang kita,
sementara kita bisanya cuma membanggakan nenek moyang. Yah pantas kalau negeri
kita sekarang cuma statusnya aja negara kepulauan, tapi sebenarnya belum
meningkat jadi negara maritim. Negara maritim tidak harus punya laut......!!!.
Lihatlah Swiss yang menjadi markas dari perusahaan pelayaran Mediterranean Shipping Company.
Perusahaan ini punya 362 kapal alias 25 persen lebih banyak dari armada U.S
Navy dari semua jenis kapal. "It
reminds us that in today's globalized world, what constitutes a "maritime
nation" is a lot fuzzier than it
used to be", begitu kata Steve Carmel
dalam artikelnya Commercial Shipping and
The Maritime Strategy di U.S Naval War College Review, Spring 2008, Vol.61,
No.2.
Kembali ke soal kalimat
dalam lagu yang mungkin paling sering dinyanyikan oleh anak-anak TK itu (apalagi TK Hang Tuah), saya cukup
prihatin dengan kenyataan sekarang bahwa banyak generasi muda sekarang yang
kurang kenal dengan laut. Laut sepertinya sudah jadi halaman belakang buat
mereka.
Pertanyaannya, gimana kita
bisa bangkitkan lagi kesadaran maritim (maritime
awareness) itu ke generasi muda.....?. Saya juga masih muda, tapi lebih
banyak lagi yang lebih muda dari saya. Anak-anak sekarang payah, nama geografis
di daratan aja banyak yang nggak tau. Misal, di mana letak kota Sangatta? Belum
lagi kalau kita tanya nama-nama pulau. Paling taunya pulau-pulau besar. Gimana
kalau kita tanya pulau-pulau kecil kayak Pulau Jemaja, Pulau Tokongbelayar,
Pulau Sopia Lucia (bukan Sophia Latjuba
lho) dan lain-lain pulau kecil. Kadang saya jadi bertanya, dulu waktu
mereka SD diajarin nggak sih geografi, khususnya peta buta? Saya yang lulus SD
1980-a masih diajarin tuh dan sampai sekarang masih melekat geographical awareness itu. Apakah
anak-anak yang duduk di SD tahun 1990-an s/d sekarang sudah nggak diajarin lagi
yah....?
Tidak aneh dulu waktu
Februari-Maret 2005 masalah Blok Ambalat memanas, tak sedikit wartawan media
cetak dan khususnya elektronik yang sebut Ambalat itu pulau. Yok opo iki,
rek??? Sampai Pangkostrad waktu (Mayjen
Riamizard Riacudu) itu dengan gagah berani deklarasi akan turunkan pasukan
Linud di Ambalat. Hancuuuuuuuuuuur.......!!!!!!!!! Infanteri mau tempur di
tengah laut sambil berenang.......? Marinir aja nggak pernah diajarin gitu kok.......!!!
Karena sebagian besar dari
kita bangga dengan nenek moyang, akhirnya kita sekarang di laut kembang-kempis.
Banyak yang complain terhadap keamanan maritim, ujung-ujungnya nyuruh Angkatan Laut
kerja lebih keras. Dari pandangan saya, Angkatan Laut mau disuruh kerja lebih
keras kayak apa lagi.....???. Masalah terbesar bukan kinerja Angkatan Laut kok,
tapi anggaran pemerintah yang belum penuhi kebutuhan minimal buat Angkatan Laut.
Angkatan Laut pakai alut (alat utama)
lama "dimarahi". Tapi nggak
ada penggantian alut (alat utama) baru. Alasannya klasik, tak ada anggaran...!!!.
Masalah sebenarnya bukan soal ada atau tidak anggaran, tapi ada atau tidak
kemauan politik pemerintah bangun Angkatan Laut menuju medium regional projected Navy. Kalau ada kemauan politik, anggaran
tidak akan jadi masalah. Soal alut dari negara mana, urusan belakangan.
Saya nggak bangga dengan
nenek moyang seorang pelaut. Namun saya bangga jadi pelaut (dalam arti luas)...!!!. Bagi saya pelaut
itu ada baiknya tidak terbatas pada mereka yang mengawaki kapal, namun juga
pada setiap individu yang concern dengan
kemajuan maritim Indonesia. Masalah maritim kan bukan cuma pelayaran, bukan
begitu.....??? Dan saya bangga menjadi bagian dari suatu komunitas yang
menentukan maju mundurnya kejayaan Indonesia di laut........!!!
Are u sailor too..........???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar