Uninesia, Jakarta - Sejak
2005, Amerika Serikat mulai memberikan perhatian kembali dalam bidang kerjasama
militer dengan Indonesia. Salah satu concern
adalah di bidang keamanan maritim, yang mana pada Fiscal Year (FY) 2006 dan FY 2007 terdapat Section 1206 “train and equip”. Berdasarkan amanat itu, Washington
memberikan sejumlah radar maritim
untuk dibangun di Selat Malaka dan Selat Makassar-Laut Sulawesi.
Pertanyaannya, kenapa negeri itu seperti tiba-tiba concern dengan perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
II, bukan saja Selat Malaka seperti yang selama ini muncul di media massa.
Mengutip kesaksian Admiral
William Fallon saat menjadi Commander,
U.S Pacom di depan The Senate Armed
Forces Committee tanggal 7 Maret 2006, hal itu dilatarbelakangi oleh
kekhawatiran aktivitas terorisme di Filipina (selatan), Malaysia (Sabah)
dan Indonesia di sekitar Laut Sulawesi. Sebagai informasi, Adm Fallon pada 28 Maret 2008 dicopot dari jabatannya sebagai Commander, U.S. Central Command gara-gara
mengkritik kebijakan Gedung Putih di Area
of Responsibility Central Command (AOR Centcom) (Iran). Dan 18 April 2008 Fallon
resmi pensiun dari U.S. Navy melalui
sebuah upacara di atas geladak kapal induk USS
Theodore Roosevelt (CVN-71). Kenapa dilepas di atas kapal induk? Karena
beliau adalah naval aviator.
Kembali ke topik semula,
kekhawatiran itulah yang menjadi alasan mengapa dalam dua tahun anggaran,
Pentagon memberikan bantuan radar maritim kepada Indonesia untuk
dipasang di dua perairan strategis. Selain pemasangan radar, sekitar dua tahun
silam U.S. Pacom juga melaksanakan
latihan Visit, board, search, and seizure
(VBSS) di Laut Sulawesi sekitar Tarakan. Konon kabarnya, lokasi latihan mereka
yang langsung ditunjuk oleh Mabes TNI.
Dibandingkan dengan
kehebohan di Indonesia ketika pendahulu Fallon
yaitu Admiral Thomas Fargo memperkenalkan Riverbend Maximum Security Institution (RMSI) pada Maret 2004,
kehadiran Amerika Serikat di ALKI II dan Laut Sulawesi nyaris tidak mendapat
perhatian besar dari publik Indonesia. Padahal isu yang diusung tidak kalah
“seram”, yaitu perang terhadap terorisme. Seperti kita ketahui, di negeri kita
ada kantong-kantong anti Washington
yang bila digelitik sedikit saja, mereka pasti akan mewarnai pemberitaan di
media massa.
Merespon perkembangan itu,
apa yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia....?. Dari aspek militer,
meningkatkan kehadiran Angkatan Laut di ALKI II dan Laut Sulawesi, menurut saya
merupakan pilihan yang logis. Karena bagaimana pun, kehadiran intensif U.S. PacFlt di sana harus
”diimbangi” oleh kehadiran armada kita. Kalau tidak, khawatir dia ”macam-macam”
di sana. Kita sama-sama tahu, Washington dalam bekerja sama dengan
negara-negara lain suka mendiktekan kehendaknya, tidak mau dengarkan keinginan
mitra.
Menurut pendapat saya,
sepertinya ada agenda lain mengapa dia hadir di sana. Agendanya adalah to contain China, salah satunya melalui
laut. Selat Malaka praktis sudah dalam kendali Washington lewat kehadiran U.S. Commander, Logistics Group Western
Pacific (COMLOG WESTPAC) di Changi
Naval Base, Singapura. Tugas pokok COMLOG WESTPAC kan dukung operasi U.S. 7th Flt. Tinggal perairan ALKI
II-Laut Sulawesi yang belum sepenuhnya dikendalikan sama dia. Sementara di
utara dari Laut Sulawesi, militer Amerika Serikat sudah lama bercokol di
Filipina.
Kalau kita ikuti tulisan-tulisan strategis di U.S.
Naval War College Review saja,
setidaknya sejak 2005 sampai sekarang isinya sebagian membahas soal Cina. Mulai
dari minyak sampai ke pengembangan kapal selam. Juga soal perhatian Cina
terhadap taktis kapal selam Amerika Serikat. Bahkan ONI/Office of Naval Intelligence sudah menerbitkan laporan intel
yang sangat lengkap tentang PLAN, mulai dari masalah perumahan, perkawinan,
doktrin, korps perwira, enlisted
sampai organisasinya. Judulnya China’s
Navy 2007.
Demikian soal agenda lain di
ALKI II-Selat Makassar. Yah sepanjang kehadiran Amerika Serikat di sana juga
berimbas pada capacity building kita,
sepatutnya kita terima saja. Yang penting tidak mengganggu kepentingan nasional
yang survival atau vital. Kalau kita tolak, dia pasti akan
cari jalan lain untuk hadir di sana. Misalnya kerjasama dengan satuan darat
yang bermarkas di Trunojoyo. Kalau
bicara soal itu, saya jadi teringat latihan maritim U.S. Pacom dengan satuan darat itu di sekitar Laut Sulawesi.
Mengapa hal demikian bisa terjadi.............???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar