Uninesia, Jakarta - Dalam
domain Angkatan Laut, lesson learned
hukumnya wajib!!! Semua pasti sepakat soal itu. Tidak aneh bila di Sesko salah
satu yang dipelajari adalah operasi Angkatan Laut (seluruh dunia) yang
mempunyai nilai strategis. Entah itu di Midway,
Okinawa, Pearl Harbor, Inchon, Malvinas, Laut Adriatik, Teluk Persia,
Afghanistan dan lain sebagainya. Begitu pula dalam doktrin atau konsep
operasi Angkatan Laut, pasti termuat lesson
learned suatu operasi di masa lalu. Soal lesson learned selalu kita temui pula dalam jurnal-jurnal Angkatan
Laut seperti NWCR (Naval War College Review), USNI Proceeding dan
lain-lain.
Tujuan dari lesson learned
adalah mencari apa yang salah, bukan siapa yang salah. Dari pelajaran itu,
selain bisa ditarik keunggulan strategi-strategi yang diterapkan, juga bisa
ditarik kekurangan strategi-strategi itu. Termasuk blunder yang dilakukan oleh salah satu atau dua pihak yang
berhadapan.
Blunder itu wajib diketahui
agar menjadi lesson learned buat yang
pihak yang mempelajari. Ketika kita bicara soal blunder dalam operasi militer di Indonesia, termasuk naval operation, seringkali jadi
masalah. Sebab kita berhadapan dengan budaya (sebagian) bangsa Indonesia yang
tak mau senior, pendahulu, orang tua “disalahkan”. Akibatnya, kita tak bisa tinjau
secara obyektif kekurangan dari operasi yang telah dilaksanakan gara-gara sang
pelaku utama masih hidup atau sang pelaku utama sudah jadi pahlawan. Padahal yang
dicari bukan siapa yang salah, tapi apa yang salah.
Di situlah kesalahan kita
dalam memahami lesson learned di
domain Angkatan Laut maupun militer secara umum. Lesson learned dipelajari bukan untuk ungkit kesalahan individual,
tapi untuk secara obyektif tinjau dari kesalahan sistem. Lesson learned bukan penyidikan untuk cari tersangka kemudian
dihadapkan ke Mahkamah Militer (Mahmil) sebagai terdakwa.
Kalau ada suatu hal yang
salah, itu kesalahan sistem alias kesalahan bersama. Bukan kesalahan
individual, misalnya Komandan (Dan) GT (Gugus Tugas alias Task Force). Atau pula para perencana operasi. Bisa saja yang salah
doktrinnya, konsepnya atau ROE (rules of
engagement)-nya. Mungkin saja yang salah adalah TTP (tactic, technic and procedure)-nya. Atau materi pendidikan dan latihan
yang diberikan sebelumnya tidak sesuai dengan kebutuhan operasional di
lapangan, atau pula faktor psikologis akibat tingginya tensi operasi. Kesalahan
yang terjadi faktornya tidak pernah tunggal.
Akibat dari kesalahan
persepsi kita soal apa maksud dan tujuan dari lesson learned, kita cenderung cuma ambil lesson learned dari pengalaman orang lain di Midway, Malvinas dan lain-lain. Tapi kita tak berani ambil lesson learned dari operasi amfibi di
Dili Desember 1975, operasi penyekatan di Ambon 2000-2002, operasi penyekatan
di Aceh 2002-2005 (termasuk Pendaratan amfibi (ratfib) di pantai Samalanga Mei 2003 yang telan korban jiwa
personel), operasi pengamanan Selat Malaka dan operasi di Laut Sulawesi
(Ambalat). Belum lagi operasi-operasi dalam skala yang lebih kecil dan
tergolong rahasia, semisal operasi-operasi yang dilaksanakan oleh unsur kapal selam
kita, apalagi beberapa hari yang lalu makan korban.
Padahal itu penting untuk
meninjau validitas doktrin dan konsep operasi kita selama ini. Apakah
masih valid.......?. Kalau sudah tidak valid, bagian mana........?. Bagaimana
pula dengan dukungan logistik.......?. Dan masih banyak lagi hal-hal yang
bersifat teknis dan mungkin dipandang ”kecil”, namun sesungguhnya berkontribusi
penting terhadap sukses tidaknya operasi yang digelar.
Soal lesson learned ini sebenarnya bisa dilihat dari buku-buku biografi
yang terkait dengan peristiwa-peristiwa itu. Dalam kasus operasi amfibi di Dili
misalnya, dari para pelaku sejarah, mereka mengakui bahwa tindakan mereka
melaksanakan Bantuan Tembakan Kapal (BTK) sudah tidak mempunyai efek kejut
lagi, karena kehadiran GT sudah diketahui Fretilin
lewat kapal perang Portugis yang berpapasan dengan GT beberapa jam sebelumnya.
Artinya, para senior itu secara tulus, jujur, terbuka, fair mengakui bahwa ada yang kurang dari operasi di masa itu.
Bagaimana dengan Ambon dan
Aceh.....?. Apakah kita berhasil atau gagal menyekat......?. Atau setengah
berhasil dan setengah gagal......?. Kalau demikian, apa penyebabnya......?
Lesson
learned penting bagi kemajuan Angkatan Laut kita. Hanya dengan
itu kita dapat menakar kekuatan dan kelemahan kita saat ini. Setelah tahu di
mana kelemahan kita, mari kita perbaiki. Lesson
learned bukan untuk mencari tersangka, apalagi kambing hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar